Laman

Rabu, 27 Oktober 2010

EPISTEMOLOGI BURHANI

oleh: Ifah Nur Lailiyah (08410090)

Secara singkat epistemologi bisa diartikan sebagai filsafat ilmu pengetahuan, yakni filsafat mengenai cara mengetahui kebenaran. Cara mengetahui kebenaran disini ada tiga macam. Yang pertama, adalah melalui rasio. Cara mengetahui kebenaran melalui rasio inilah yang dianut oleh aliran Rasionalism atau kalau dalam filsafat kontemporer biasa disebut dengan aliran idealism. Aliran ini pada akhirnya membentuk nalar bayani (tekstual). Kedua, adalah melalui intuisi. Cara ini dilakukan oleh penganut aliran intuitism yang mencari kebenaran melalui firasat dan pada akhirnya membentuk nalar irfani. Kemudian yang ketiga, adalah melalui indera. Cara mengetahui kebenaran yang seperti ini dianut oleh paham empirism atau juga bisa disebut materialism. Paham inilah yang pada akhirnya membentuk nalar burhani. Dan dalam bab ini saya akan mengkhususkan membahas mengenai nalar burhani atau juga bisa disebut epistemologi burhani.
Dalam pengertian yang sempit, burhani adalah aktivitas pikir untuk menetapkan kebenaran pernyataan melalui penalaran. Sedangkan dalam pengertian luas, burhani adalah setiap aktivitas pikir untuk menetapkan kebenaran pernyataan.
Epistemologi burhani bisa dipandang dalam dua sudut, yaitu sebagai aktivitas pengetahuan dan sebagai diskursus pengetahuan. Sebagai aktivitas pengetahuan, Burhani adalah episteme yang beragumentasi secara deduktif. Sedangkan sebagai diskursus pengetahuan, burhani merupakan dunia pengetahuan falsafah yang masuk ke budaya arab Islam melalui terjemahan dari karya-karya Aristoteles.
Para pemikir muslim yang menerapkan episteme burhani di antaranya seperti, Ibn Rusyd, al-Syatibi, dan Ibn Khaldun. Ibn Rusyd berusaha menerapkan dasar-dasar episteme burhani dengan cara membela argumen secara kausalitas, yakni proses penelusuran terhadap akibat-akibat sesuatu ke sebab-sebabnya sebalum menuju ke sebab utamanya, yakni Allâh swt. Usaha Ibn Rusyd tersebut kemudian dilanjutkan oleh al-Syatibi dalam disiplin ushul fiqh. Beliau mengemukakan bahwa disipin ushul fiqh didasarkan pada prinsip “kulliyyah al-syar’iyah” (ajaran-ajaran universal dari agama) dan pada prinsip “al-maqosid al-syar’i” yang befungsi sebagai pembentuk unsur-unsur penalaran burhani. Sedangkan Ibn Khaldun penerapan episteme burhani sangat terlihat jelas dalam karyanya yang berjudul ‘al-Muqaddimah’. Pada awalnya, Ibn Khaldun menjelaskan riwayat hidup para pendahulu, kemudian menganalisis satu peristiwa ke peristiwa berikutnya dalam setiap babnya kemudian menarik kesimpulan dan pelajaran dari setiap kasus dan peristiwa itu. Jika dilihat, dalam kitab ‘al-Muqaddimah’ tersebut, Ibn Khaldun ingin menunjukkan pengetahuan tentang bagaimana negara-negara dari awal terbentuknya hingga proses kejatuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa Ibn Khaldun berusaha menjadikan sejarah sebagai ilmu Burhani. Sejarah yang ditulisnya adalah sejarah ilmiah yang berintikan “penelitian, penyelidikan, dan analisis yang mendalam akan sebab-sebab dan latar belakang terjadinya sesuatu. Selain itu sejarah juga berintikan pengetahuan yang akurat tentang asal usul, perkembangan serta riwayat hidup dan matinya kisah peradaban manusia”.

1 komentar:

  1. selama ini pesantren-pesantren banyak yang menggunaka epistemologi bayani, padahal jika menggunakan epistemologi burhani, kemungkinan besar untuk kemajuan pesantren sangat bagus. lalu bagaimana caranya agar pondok pesantren menggunakan epistemologi burhani.

    Dr. Endah W

    BalasHapus